Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
CEKLANGSUNG.COM - LONDON. Bank sentral bumi sekarang mempertimbangkan untuk mengurangi ketergantungan pada dollar AS. Sebagai gantinya, mereka meningkatkan biaya di emas, euro, dan yuan China. Pergeseran ini didorong gejolak geopolitik dunia dan fragmentasi perdagangan bumi nan kian dalam.
Laporan nan bakal dirilis Selasa (24/6) oleh Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF) dikutip Reuters menunjukkan satu dari tiga bank sentral nan mengelola biaya campuran sebesar US$ 5 triliun berencana menambah persediaan emas dalam 1–2 tahun ke depan. Ini merupbakal tingkat minat tertinggi terhadap emas dalam lima tahun terakhir.
Survei terhadap 75 bank sentral nan dilakukan OMFIF antara Maret hingga Mei memberikan gambaran awal akibat dari kebijbakal tarif "Liberation Day" nan diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 2 April lalu. Kebijbakal ini memicu kekacauan pasar dan pelemahan dolar AS serta surat utang negara AS (US Treasuries).
Baca Juga: GLOBAL MARKETS-Stocks Rise, Dollar Tentative ahead of US-China Talks Outcome
"Setelah bertahun-tahun pembelian emas oleh bank sentral dalam jumlah rekor, sekarang para manajer persediaan semakin mengandalkan logam mulia ini," ungkap OMFIF.
Dolar, nan sebelumnya menjadi mata duit paling terkenal dalam survei tahun lalu, sekarang turun ke ranking ketujuh. Sebanyak 70% bank sentral nan disurvei menyebut kondisi politik AS sebagai argumen utama mereka menghindari dolar AS lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Di sisi lain, euro dan yuan China menjadi mata duit nan paling diuntungkan dari diversifikasi persediaan ini. Dalam 12–24 bulan ke depan, 16% bank sentral berencana menambah kepemilikan euro, naik dari 7% tahun sebelumnya. Sementara untuk jnomor panjang (10 tahun ke depan), yuan diprediksi menjadi pilihan utama, dengan 30% bank sentral beriktikad menambah eksposur, nan dapat melipatgandbakal pangsa yuan dalam persediaan devisa dunia hingga 6%.
Tiga narasumber nan rutin berasosiasi dengan para pengelola persediaan devisa mengungkapkan euro sekarang dipandang mempunyai pesenggang untuk memulihkan kembali pangsa persediaan nan lenyap sejak krisis utang Eropa tahun 2011. Saat ini, pangsa euro sekitar 20%, dan berpotensi naik ke 25% pada akhir dasawarsa ini.
Max Castelli dari UBS Asset Management menyebut, sejak “Liberation Day”, banyak pertanyaan masuk dari pengelola persediaan nan mempertanybakal apakah status dolar sebagai aset kondusif (safe-haven) mulai terancam.
"Setahu saya, pertanyaan seperti ini belum pernah muncul sebelumnya, apalagi saat krisis finansial dunia 2008," ujar Castelli.
Hasil survei OMFIF menunjukkan, rata-rata ekspektasi untuk pangsa dolar dalam persediaan devisa dunia pada 2035 adalah 52%, tetap terbesar secara global, namun menurun dari posisi saat ini nan sebesar 58%.
Profesor Kenneth Rogoff dari Harvard University dan mantan Kepala Ekonom IMF mengatbakal kenaikan pangsa euro bukan semata lantaran Eropa dipandang lebih menarik, namun lantaran status dolar nan mulai melemah.
Baca Juga: Indeks Dolar AS Menguat, Tapi Diprediksi Cuma Sementara lantaran Ftokoh Ini
Namun, euro hanya bisa benar-betul menyaingi dolar jika Uni Eropa bisa memperbesar pasar obligasinya, nan saat ini tetap kalah jauh dibanding pasar Treasury AS senilai US$ 29 triliun, serta memperdalam integrasi pasar modalnya. Presiden ECB, Christine Lagarde, pun telah menyerukan langkah konkret untuk memperkuat posisi euro sebagai mata duit persediaan dunia.
Bernard Altschuler dari HSBC menilai sasaran 25% pangsa dunia untuk euro dalam waktu 2–3 tahun adalah realistis, jika Uni Eropa dapat mengatasi tantangan struktural tersebut.
Langkah-langkah Eropa untuk mengurangi ketergantungan terhadap AS pun mulai terlihat, termasuk lewat peningkatan shopping pertahanan dan pembiayaan berbareng antar negara personil UE. Jerman, misalnya, telah meningkatkan pengeluaran militernya, sementara UE berupaya menghidupkan kembali proyek integrasi pasar modal.
Lembaga-lembaga investasi publik seperti biaya pensiun dan biaya kekayaan negara (sovereign wealth fund) nan juga disurvei OMFIF, menempatkan Jerman sebagai pasar maju paling menarik saat ini.
Francesco Papadia, mantan pejabat ECB, apalagi memperkirbakal euro dapat mencapai pangsa 25% dalam dua tahun ke depan. Zhou Xiaochuan, mantan Gubernur Bank Sentral China, juga memandang pesenggang bagi euro untuk memperbesar perannya, namun menekankan bahwa “tetap ada pekerjaan rumah” nan kudu diselesaikan.