Sistem Inovatif Prhr Tingkatkan Keselamatan Reaktor Nuklir | Lpp Rri

Sedang Trending 3 hari yang lalu

KBRN, Jakarta: Energi nuklir dinilai memainkan peran strategis dalam penyediaan listrik bersih dan andal secara global. Salah satu jenis reaktor nan banyak digunakan adalah Light Water Reactor (LWR) lantaran teknologi dan fitur keselamatannya nan telah teruji. Namun, peningkatan keselamatan tetap menjadi konsentrasi utama, terutama untuk menghadapi situasi tak terduga seperti pemadaman listrik total (station blackout).

Sebagai upaya menjawab tantangan tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berbareng Universitas Indonesia (UI) sukses mengembangkan kreasi sistem Passive Residual Heat Removal (PRHR) inovatif berbasis teknologi termosifon dua fase. Sistem ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi pembuangan panas sisa secara pasif pada reaktor LWR berkekuatan 300 MW termal.

“Tujuan utama dari riset ini adalah mengkaji keahlian termosifon dua fase dalam lingkungan uap PRHR, serta menilai efektivitasnya dalam mengekstraksi panas langsung dari pembangkit uap. Sehingga perihal tersebut dapat mengurangi ukuran peralatan penukar panas nan dibutuhkan,” jelas Anhar Riza Antariksawan, Peneliti Utama BRIN nan juga pengajar di Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir) Yogyakarta, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/4/2025).

Menurut Anhar, sistem PRHR konvensional umumnya hanya bisa bekerja efektif selama 72 jam setelah reaktor dimatikan, tanpa intervensi operator. Dalam kondisi darurat berkepanjangan seperti pada kejadian PLTN Fukushima Dai-ichi, sistem ini menjadi tidak memadai. Oleh lantaran itu, tim peneliti BRIN dan UI menawarkan solusi berbasis termosifon dua fase nan bekerja tanpa listrik eksternal dan mempunyai efisiensi perpindahan panas tinggi.

Keunggulan utama dari sistem ini terletak pada penempatan evaporator termosifon langsung di jalur uap PRHR, memungkinkan perpindahan panas laten secara efisien. “Ini adalah langkah krusial dalam meningkatkan keselamatan dan keandalan sistem pendingin pasif untuk reaktor generasi lanjut,” tambahnya.

Inovasi ini juga dirancang untuk mengurangi ukuran dan kompleksitas sistem penukar panas tambahan. Sistem bekerja dalam dua mode: menggunakan air untuk tiga hari pertama, dan udara setelahnya, memungkinkan operasi otonom dalam masa pendinginan berkepanjangan. Desain adaptif ini dinilai sangat relevan untuk reaktor masa depan nan mengedepankan keselamatan pasif.

Anhar mengungkapkan, penelitian ini dilakukan melalui pengetesan eksperimental menggunakan Passive System Condensation Experimental Loop (PASCONEL) dan pengesahan numerik dengan perangkat lunak RELAP5. Hasilnya menunjukkan bahwa satu unit tabung termosifon bisa membuang panas hingga 5 kW. Untuk menjaga keselamatan reaktor secara pasif pasca 72 jam, diperkirakan dibutuhkan sekitar 60 unit termosifon.

“Langkah selanjutnya adalah mengkarakterisasi perpindahan panas di sisi kondensor dengan menggunakan udara sebagai media pendingin, guna meningkatkan efisiensi termal,” ujar Anhar.

Penelitian ini memperlihatkan pentingnya integrasi antara riset eksperimental dan simulasi numerik dalam merancang sistem keselamatan reaktor nan lebih baik. Proyek ini melibatkan kerjasama antara Anhar Riza Antariksawan, Surip Widodo (BRIN dan UI), Nandy Putra (UI), dan Mulya Juarsa (BRIN).

Melalui sinergi antara lembaga riset nasional dan akademisi, BRIN menegaskan komitmennya dalam menghadirkan solusi inovatif untuk menjawab tantangan dunia di bagian daya nuklir nan aman, efisien, dan berkelanjutan.  (kf, tek/Ed:trs)


Selengkapnya
Sumber
-->