Siap-siap, Pelapak Di Shopee Hingga Tiktok Akan Dipungut Pajak 0,5%

Sedang Trending 16 jam yang lalu

Pemerintah dikabarkan tengah memtelaah patokan baru berangkaian dengan penerapan pajak bagi pelapak di e-commerce. Sebelumnya, pemerintah sempat menunda pemungutan pajak penghasilan alias PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bagi pelapak di e-commerce.

Namun berasas sumber Reuters, pemerintah bakal membikin patokan baru nan mengharuskan platform e-commerce alias marketplace memungut pajak dari para pelapaknya. Kabar ini didapatkan dari dua sumber industri e-commerce yang mendapatkan info tersebut serta arsip nan dilihat langsung oleh instansi buletin tersebut pada Selasa (24/6).

Kriteria Pelapak nan Terkena Pajak

Dalam patokan baru nanti, marketplace bakal diminta untuk memotong dan meneruskan pemgaji pajak kepada otoritas hingga 0,5%. Pajak ini hanya bakal dikenbakal bagi pelapak nan mempunyai omzet tahunan berkisar Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

Kebijbakal ini dilakukan untuk menyambakal kedudukan dengan penjual alias toko nan berdagang secara fisik. Sumber Reuters juga mengungkapkan, pajak bagi pelapak di e-commerce bakal diterapkan pada Juli 2025.

Jutaan Penjual bakal Terdampak

Aturan baru ini dipastikan bakal mempengaruhi sejumlah marketplace di Indonesia seperti TikTok Shop, Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, hingga Bukalapak.

Asosiasi industri e-commerce Indonesia idEA tidak mengonfirmasi alias membantah rincian rencana tersebut. Namun, asosasi ini mengatbakal patokan tersebut bakal mempengaruhi jutaan penjual jika diterapkan.

Laporan penanammodal negara Singapura, Temasek, dan konsultan Bain & Co industri e-commerce Indonesia sedang berkembang pesat. Hal ini dengan perkiraan nilai peralatan dagangan kotor pada tahun lampau mencapai US$ 65 miliar alias sekitar Rp 1.059 triliun (menggunbakal kurs Rp 16.292 per dolar AS).

Nilai tersebut juga diperkirbakal tumbuh menjadi US$ 150 miliar alias setara Rp 2.444 triliun pada 2030.

Kondisi ini terjadi di tengah pendapatan negara nan turun. Data Kementerian Keuangna menujukkan angkanya ambruk 11,4% secara tahunan pada periode Januari hingga Mei menjadi Rp 995,3 triliun. Hal ini dikarenbakal nilai komoditas nan rendah, pertumbuhan ekonomi nan lemah, dan gangguan pada pengumpulan pajak nan disebabkan oleh peningkatan sistem pajak.

Selengkapnya
Sumber
-->