KBRN, Jakarta: Guru Besar IPB University Prof. Dwi Andreas Santosa menilai kebijakan sentralisasi pupuk organik merugikan petani. Ia menyebut izin itu justru menghalang produktivitas serta melemahkan posisi petani kecil.
“Petani sudah memproduksi pupuk organik cair, lampau pupuk hayati, lampau kemudian kompos, perihal itu sudah biasa dilakukan petani. Kenapa sesuatu perihal yang sudah biasa dilakukan malah kemudian diatur, kan jadi enggak karuan?” kata Dwi kepada Pro3 RRI, Minggu (22/6/2025).
Andreas juga menyoroti bahwa lahan pertanian di Indonesia mempunyai bahan baku pupuk organik nan melimpah. Hal itu, menurutnya, membikin konsep sentralisasi produksi pupuk menjadi tidak relevan secara lokal.
Ia menyoroti penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam pupuk organik kepada petani kecil. Andreas menilai SNI dan sistem sentralisasi hanya bakal menguntungkan pihak tertentu.
“Lalu ketika peraturan ini datang dengan beragam aturan, kemudian disentrakan dan dijadikan SNI, siapa nan kelak bakal mendapat untung dari itu?” katanya.
Menurutnya, sistem pengedaran pupuk subsidi nan terpusat juga tidak efisien dari sisi logistik. Jarak pengiriman nan jauh dinilai membikin biaya transportasi menjadi tidak ekonomis.
Sebagai solusi, Andreas menyarankan agar subsidi pupuk organik diberikan langsung ke petani. Ia berambisi petani diberi kebebasan untuk memproduksi pupuk sendiri secara berdikari dan berkelanjutan.